Rombongan
semut yang tampak berbaris rapi di halaman rumah kosong itu menghiasi kehidupan
alam yang begitu kaya ini. Mereka saling membuntuti satu sama lain. Entah
karena sama-sama tidak tahu jalan yang ditempuh atau atas dasar kesetiaan mereka
selalu menempuh jalur yang sama. Jalur yang sama antara semut yang satu dengan
semut yang lain. Pemimpin kelompok barisan selalu menjadi panutan semua semut
di belakangnya. Entah ada keinginan keluar dari barisan atau tidak, tapi mereka
tetap saja bersama, mungkin karena hanya itu yang mereka pelajari sejak lahir.
Hanya untuk mengikuti pemimpin mereka yang
berjalan kemanapun dia suka.
Sang
pemimpin juga sepertinya sudah ditakdirkan untuk menjadi panutan sejak lahir.
Mungkin hampir sama dengan si ratu lebah yang memiliki usia lebih panjang dari
anak buahnya. Yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari yang lainnya. Dan
yang menjadi ibu dari semua lebah yang hinggap di sarangnya. Bahkan si Ratu
lebah ini menjadi makhluk nomor satu yang dilindungi dan ketika terjadi
seranggan. Bukannya makhluk yang nomor
satu bertanding.
Lebah
dan Semut hitam sama-sama memiliki koloni yang solid dan setia satu sama lain.
Tidak ada yang namanya pemberontak dalam koloni tersebut. Tapi itu
sepengetahuan manusia. Mungkin kalau kita menjadi lebah atau semut dalam koloni
tersebut akan merasakan pemberontakan-pemberontakan kecil yang terjadi. Mungkin
iya, bisa pula tidak ada. Semua hanya Alloh yang tahu.
Suatu
hari si Semut hitam dan lebah ini bertemu dalam sebuah konferensi akbar
serangga-serangga se rumah kosong. Mungkin sedang merencanakan sesuatu agar
tidak ada lagi orang yang berani mencoba untuk menghuni rumah itu, karena
banyak serangga yang ganas dan mematikan. Atau pula sedang merencanakan
persiapan untuk datangnya banjir yang semakin menjadi setiap tahunnya.
“Hey,
tuan Semut. Bagaimana kabar? Lama tak jumpa? Ko jarang maen ke pohonku lagi
sekarang.”
“Iyalah,
sekarang kan bukan lagi musim banjir, jadi kami lebih nyaman berada di bawah
tanah. Nanti dah, taun depan pasti bikin rumah darurat lagi di puncak sana.”
“Haha,
iya. Kami tunggu kedatangannya. Pasti datang kan?’
“Pasti
lah, kan mustahil kalau tahun depan nggak banjir. Semoga banjirnya tidak sampai
lebih dari pohon itu.”
“Iya
tuh, kabar-kabar dari manusia sih, sepuluh tahun lagi banjir di sini bisa
sampai setinggi 5 meteran. Otomatis pohon itu bisa banjir.”
“Wah,
kalau melebihi pohon itu sarang kalian
bagaimana?” Tanya semut hitam dengan antusiasnya. Seakan menunggu muka
cemas sang ratu lebah mencuat di kepalanya yang besar itu.
“Haha,
tenang aja hey semut ireng. Kami itu kan bisa terbang. Kalo sarang kami sampai
kebanjiran, tinggal terbang aja ke puncak bukit sana. Yang kasian itu kalian.
Semut hitam kan nggak bisa mengeluarkan sayap kaya semut merah itu kan..? Nah
lo..” Si Ratu lebah kelihatannya mulai menggretak dan membuat ciut hati sang
semut.
“Nah,
untuk itu saya pengen ngajak kerja sama dengan kalian para lebah.”
“Kerjasama
bagaimana?”
“Ya,
pokoknya bagaimana caranya kami tidak terkena dampak banjir lagi dan kalian
juga akan mendapatkan keuntungan dari kami.”
“Maksudnya
bagaimana?, emang kalian bisa ngasih apa ke kam?!” Seru si Ratu lebah dengan
nada yang agak meremehkan.
Semut
hitam mulai memperbaiki posisi duduknya dan memajukan sedikit kepalanya di atas
meja berisi makanan mewah-mewah. Keempat tangannya diletakan di atas meja dan
saling mengait satu sama lain, pertanda akan memulia pembicaraan serius. Sang
ketua rombongan semut hitam itu memang terkenal sebagai semut yang paling jago
untuk bernegosiasi dan mempengaruhi orang lain. Seperti seorang FBI yang
melakukan pengelabuan pada musuh kartel narkoba.
Si
Ratu lebah mulia mengikuti gaya duduk semut hitam dan memposisikan pada
konsentrasi penuh. Namun sekonsen-konsennya si Ratu lebah, dia tetap mudah
diperdaya karena otaknya tak bisa menangkap semua pembicaraan dengan sempurnya.
Ratu yang bertubuh besar namun tak diimbangi dengan otak yang besar pula. Namun
lebah-lebah pekerja yang lain selalu melindunginnya karena mereka mengerti
bahwa hanya ratu lah yang bisa melakukan regenerasi dan memunculkan lebah baru.
“Bagaimana
tuan semut? Apa yang bisa kamu berikan pada kami?”
“Begini
Ratu, kami itu kan butuh tempat tinggal yang tahan air ketika banjir datang dan
tahan panas ketika sinar matahari masuk ke lubang rumah kami di tanah. Setauku
bahan pembuat sarang anda itu sangat bagus ya, bisa menahan air sekaligus
menahan tekanan suhu yang tinggi. Saya salut sekali.” Semut hitam sepertinya
sedang mengalihkan pembicaraan dan berusaha membuat sang ratu terkesima dan
hatinya berbunga-bunga.
“Wah
iya dong jelas, siapa dulu. Kami itu makhluk yang paling jenius dan produktif
di jagad raya ini.” Keangkuhan ratu mulai mekar. Walaupun semut hitam merasa
sangat tidak senang tapi dia terus berusaha untuk membuat ratu berbangga diri.
Sang
Ratu mulai melanjutkan bualannya itu“Kamu tau nggak, sengatan kami bisa
mematikan musuh dalam sekejap. Madu kami bisa menyembuhkan makhluk yang sakit
apapun. Dan rombongan kami sangat disegani oleh manusia. Mangkanya jangan
pernah remehkan kami. Bahan rumah kami juga sangat kokoh, seperti yang kamu
sebutin tadi.” Kepala Ratu lebah ini tampak mendongak ke atas untuk menunjukan
kehebatannya.
“Wah
wah wah… “ Suara semut merah tampak dibuat-buat. “Kalau begitu bisa ngak bikin sarang di bawah tanah..? Yang tahan
dengan air hujan.”
“Haha,,,
kalau begitu sih kecil. Jangankan sarang di bawah tanah, di puncak gunung
everest pun kami bisa…”
“Kalau
begitu coba buktikan..!!”
“Eeets..
nggak boleh nipu. Kamu nggak bisa nipu saya, pasti sarang itu buat kamu kan.?”
“Tunggu
dulu, kata siapa. Minggu depan katannya yang punya rumah mau menebang pohon
lho. Kamu harus cari tempat aman lain. Coba aja sekali-kali di bawah tanah.”
Semut hitam berusaha mempengaruhi.
“Toh,
kalau harus pindah, kami nggak mungkin pindah ke bawah tanah karena kami nggak
level untuk begituan.” Keangkuhannya telah menjadi.
“Bilang
saja kalian tidak mampu..”
“Baiklah..
tapi kalian sediakan kubangan yang besar dulu. Baru kami buat sarang di bawah.”
Semut
hitam itu tersenyum puas dengan apa yang telah diucapkan oleh ratu songong itu.
Seminggu
kemudian.
Rumah bawah tanah yang terbuat dari sarang
lebah telah selesai dibangun. Pohon pun tak ada tanda tanda akan ditebang.
Rumah itu kosong dan tak ada yang menghuni. Sehari kemudian rumah bawah tanah
milik Lebah yang anti air itu mendadak ditutup oleh semut hitam dengan
gumpalan-gumpalan tanah merah.
Sang
Ratu lebah pun marah besar dan mencari-cari kepala semut hitam yang ternyata
telah memperdayanya. Tanpa ada imbalan apapun para lebah telah membangunkan
rumah untuk si semut hitam. Di tengah kemelut yang sedang dihadapi oleh
kerajaan lebah, tiba-tiba terdengar suara mesin sangat keras memekikan telinga
semua makhluk yang ada di sana.
Gergaji mesin perlahan
tengah berusaha merobohkan pohon mangga itu dengan perlahan. Semua hewan
menjerit ketakutan, termasuk sang ratu lebah dan para semut merah temannya ratu
lebah. Mereka mengevakuasi diri dan meninggalkan halaman rumah kosong.
Sementara Si Semut hitam mendapatkan rumah baru yang tahan air dan panas dengan
gratis.
Semarang, 12 Maret 2013
Badiuzzaman
Post Comment
EmoticonEmoticon