“Sekarang percaya kan Dino?” Seseorang berkaca mata tebal beralih pandangan dari
buku-buku tebal tertumpuk di depannya ke arah teman kuliahnya yang sedari tadi
sedang asik membaca buku konstruksi.
“Percaya
apa?”
“Itu
lho, tadi pas pertama kali masuk sini. Kalo Indonesia itu payah, belum bisa
menghasilkan kapal selam sendiri.”
“Lho
kata Siapa? Kan ITS sedang mengembangkan kapal selam. Tapi aku nggak tau
bagaimana sekarang perkembangannya. Saya juga kemaren baca di media kalau
negeri ini hanya memiliki empat kapal selam. Coba bayangkan negara seluas ini
yang katanya memiliki 17 ribu pulau yang terpisah harus keteteran dengan jumlah kapal selam yang tidak sampai sejumlah jari
tangan kanan kita.” Venty menyodorkan tangan kanannyad dan dibukanya agar
kelima jarinya terlihat.
“Emang
Vent..! payah kan.” Dino diam sejenak.
“Mungkin
seharusnya butuh ratusan kali vent.” Ucapnya melanjutkan percakapannya.
“Aku
juga baca, katanya menurut menteri pertahanan, kita itu punya empat juga yang
bisa dipakai Cuma satu. Sementara sisanya masih dalam perbaikan. Maklum beli
yang Second. Seharusnya kata beliau
kita butuh minimal 11 Kapal selam untuk patroli laut di seluruh perairan kita.”
“Begitu
ya. Kalau malaysia katanya punya tujuh kapal selam ya..?” Kata Dino yang
berbadan kurus karena terlalu sering tidur malam dan mengurangi porsi makannya
sejak diterima kuliah di universitas terbaik itu.
“Iya
Don, seandainya malaysia menyerang kita dari dasar laut saking gampangnya.
Bayangin aja, kapal selam banding dengan kapal induk biasa. Mereka bisa
tiba-tiba menyerang dari bawah air, tentara laut kita kan nggak bisa apa-apa.”
Venty tampak membetulkan kaca mata tebalnya dari posisi yang agak melorot.
“Plak,
plak, plak” terdengar suara langkah kaki menuju ruang perpustakanan yang sedari
tadi tampak sepi. Sepertinya suara itu datang mendekat menuju tempat mereka
berdua berdiskusi sengit.
“Hey,
kalian mahasiswa Perkapalan angkatan 2013 bukan..?”
“Iya,
kenapa kak.??” Jawab Venty dengan jelas, sementara Doni hanya ikut menganggukan
kepala sedikit.
“Kenalin,
Saya Horlan, mahasiswa perkapalan juga, sekarang semester enam. Saya tadi nggak
sengaja mendengar obrolan kalian berdua. Keliatannya asik banget.”
“Oh
gitu, Saya Venty dan ini Dino.” Tampaknya mata Venty tak bisa lepas dari wajah
Horlan yang telihat begitu cerah. Lumayan ganteng untuk sekelas mahasiswa
perkapalan. Sepertinya dia juga orang cerdas dan kritis, terlihat dari kaca
mata tebalnya dan rambutnya yang tertata rapi. Memunculkan kesan elegan sebagai
seoarang pemikir kritis.
“Bagaimana
tadi, ayo lanjutin obrolannya.” Horlan mulai mengajak kedua anak mahasiswa baru
ini dengan ramah untuk kembali berdiskusi ringan masalah kapal selam yang tadi
sempat disinggung Dony. Namun Dony tampak terliahat kaku atas kedatangan orang
baru ini dan lebih banyak pasif.
Tak
ada yang menyangka waktu satu jam mereka telah habiskan untuk berdiskusi
tentang kapal selam itu. Ternyata Horlan sangat tau banyak tentang kapal selam,
bahkan dia bercita-cita untuk bisa membangun perusahaan galangan khusus untuk
kapal selam. Venty dan Dino tampak terkesima dengan semua pengetahuan Horlan.
“Eh
ya, sebentar lagi saya mau kuliah.” Horlan melihat jam tangan warna silvernya
di tangan kanan. “Nanti bisa kita lanjutkan lagi. Ini kartu nama saya, kebetulan
saya ada. Nanti tolong SMS ya. Kebetulan juga saya sedang ada penelitian
bersama dengan beberapa rekan saya untuk merancang kapal selam buatan asli
indonesia. Baru satu bulan ini sebenarnya kami tekuni, kami juga butuh
tenaga-tenaga muda yang nantinya bisa melanjutkan project ini. Kalau kalian
mau, kalian bisa gabung.”
“Mau,
mau.. Kami mau ikut mas,,” Venty dengan cepatnya langsung menjawab ucapan
Horlan.
“Yaudah,
beosk pagi kami ada kumpul, nanti SMS ya. Duluan ya”
Horlan
meninggalkan kedua teman ini dengan cepat.
“Hey,”
Doni mengguncang tubuh Venty dengan keras. “Kenapa?”
“Ganteng
bangeeeeet…!!”
“Bukan
itu, hebat juga ternyata kampus kita. Aku mau nekunin bener-bener nih kapal
selam. Semoga pemuda-pemuda seperti kita ini yang bakal jadi pioner-pioner
perancang kapal selam pertama untuk indonesia.”
“Mimpi
ya.,,,!!” Venty mendadak bersuara agak serak.
“Lho,
tadi kan kamu juga berucap seperti itu.”
“Itu
kan karena dia ganteng banget, makanya semua ucapannya tek iyakan aja biar dia
seneng.”
“Hush,
kamu..”
“Masih
inget dulu kejadiaanya Prof. Habibie yang mau bikin pesawat terbang..!?”
“Sekarang
kan kondisinya sudah jauh berbeda, Kita tak
boleh pernah bergenti bermimpi dan berharap. Karena pengharapan itulah
yang bakal membuat umur kita panjang dan bermanfaat. Kata seorang filsuf bahwa
seorang tua yang hidup di desa dengan bertani lebih panjang umurnya dari pada
mereka yang tinggal di kota. Itu karena mereka yang di desa terus berharap dan
bermimpi bahwa hari esok tanamannya akan berbuah.”
“Ah,
kamu jadi banyak ceramah lagi, udah ah , ke kelas aja yuk”
Post Comment
2 komentar
bermimpilah setinggi2nya & jgn menyerah :)
Betul mba.. masa depan ada di tangan kita sendiri, Kita yang berikhtiar Alloh yang menjawabnya.
Terimakasih sudah berkunjung.
EmoticonEmoticon