Dia Gila


Semua orang mengatakan dia gila. Tapi menurutku memang dia itu benar-benar gila. Mengancam semua kenormalan sebagai manusia. Berjalan tidak selayaknya seperti manusia. Bernafas tidak seperti manusia normal. Bertindak seperti orang gila dan bertutur kata setinggi langit seolah dia seorang dewa.
            Pakaiannya lusuh walaupun dia banyak duit. Celananya pendek senajan dia bisa membeli celana panjang mahal dan lebih perlente. Dia juga bukan Om Bob Sadino. Dia orang biasa yang suka berbicara nglantur. Mengutarakan konspirasi-konspirasi dunia yang tak sempat dipikirkan oleh manusia-manusia normal lainnya. Berusaha nyleneh namun tetap aneh dilihatnya. Bukan unik tapi enek kala melihatnya.
            Bajunya selalu putih bak seorang sales yang baru magang. Digulungnya rapi lengan sebelah kiri. Namun lengan kanan tetap dibiarkannya memanjang. Menutupi tangan hingga ujung jari telunjuk. Tangan kiri dibalut dengan jam tangan putih kinclong. Seolah gulungan bajunya itu tak ingin bersentuhan dengan jam tangan.
            Rambutnya dipotong pendek sebelah kiri, tapi sebelah kanan tetap dibiarkan memanjang mengurai kemacetan ketombe yang sedang balapan liar di atas rambut yang bercabang banyak.

            Kukunya hitam lekat, namun hanya sebelah kanan. Sementara sebelah kiri dipotongnya rapi tanpa lekuk aneh sedikitpun. Dia mungkin setengah waras dan setengah gila. Setengah aneh setengah normal pula.
            “Saya beli bensin empat ribu lima ratus…” Ucapnya ketika di pom bensin. Kebetulan aku sedang mengantri tepat di belakangnya.
            “Maaf pak, kenapa nggak lima ribu saja. Nggak ada lima ratusan.”
            “Saya minta empat ribu lima ratus. Kamu ko ngeyel. Pelanggan ini..!!” Suaranya sontak membuat retak suasana hening di sana.
            “Tapi nggak ada lima ratusan pak.” Petugas Pom itu tampak naik pitam dibuatnya. Pandangannya tajam namun lebih tajam pandangan orang aneh ini.
            “Katanya satu liter empat ribu lima ratus, gimana sih..? saya itu beli satu liter saja. Empat ribu lima ratus kan..!!” matanya memerah memupuk ketegangan yang dibuatnya sendiri.
            “Iya pak, maaf di sini tidak menerima empat ribu lima ratusan. Langsung lima ribu saja..!!”
            Aku mendekat perlahan. “Ada apa ini mas..? saya buru-buru ni..!!” Aku berucap sambil memasukan kedua tangan ke saku celana depan.
            “Ini mas, bapak ini ngeyel mau beli empat ribu lima ratus saja…!!”
            “Kamu itu..!!” Bapak itu melotot dan menghunus telunjuk tangan kanannya ke arah penjaga Pom.
            “Yasudah, mas dan Pak nggak usah emosi. Kasian yang ngantri. Ini mas, aku ada lima ratusan. Isi aja bensinnya lima ribu. Biar bapaknya bayar empat ribu lima ratus.”
            Pengisian bensin pun berlangsung tanpa ada percakapan apapun. Keduannya menunjukan muka manyun seolah sedang ada amarah yang berkecamuk diantara keduanya.
            Setelah aku memberikan kepingan lima ratusan, orang aneh itu mengibarkan uang lima ribuan dari dalam sakunya. Beberapa orang yang mengetahui kejadian ini langsung mengernyit kaget. Menduga-duga apa sebenarnya yang sedang dipikirkan orang aneh ini.

Semarang, 06 April 2013
Badiuzzaman
Badiuzzaman
Badiuzzaman

Previous
Next Post »

Post Comment