Water Tragedy

Kerumunan orang memadati bak air super besar di tengah keramaian kota semarang. Nggak ramai-ramai amat sih, tapi cukup membuat mata pusing melihat banyaknya orang bersliweran kesana kemari. Belum lagi anak – anak kecil yang berlarian mencari permainan yang paling menarik diantara yang lainnya. Bersenda gurau di tengah kedangkalan kolam anak di pojokan area wisata ini. Pandanganku terpaut ketika mereka berteriak dengan kerasnya. Menghitung mulai dari satu hingga air yang berada di atas tandon jatuh dan mengguyur mereka. Tandon seperti gelas besar itu terbuka ke atas dan diguyur air sedikit demi sedikit dengan air dari pipa di atasnya. Semua akan berteriak sekeras mungkin kala tandon itu penuh dan memuntahkan air ke kolam.
            Terlihat seorang pria dewasa sedang mengajari anak muda belajar berenang. Mungkin mereka seorang ayah dan anaknya. Atau keponakan dan pamannya. Atau entahlah.. tak bergitu jadi masalah di benakku.
            Aku memang belum begitu mahir berenang. Walapun sekali dua kali lewat yang seratus meter masih sanggup tapi aku masih trauma dengan kejadian dulu waktu SMA. Waktu itu aku pernah sok gengsi bisa renang tapi ternyata ujung-ujungnya ditertawain teman-teman. Ceritanya begini…
            Purwokerto, 2008
            Waktu itu aku masih kelas 2 SMA. Baru satu kali itu aku datang ke tempat yang namanya kolam renang. Wah kelihatannya enak banget berengan di sana. Bisa mengambang di atas air bahkan loncat dari papan tinggi walaupun terlihat mengerikan.
            “Di, Bisa renang kan?” Tanya temanku Hari saat pertama kali memasuki area renang.
            “Wah jangan salah, aku sering renang di Curug (air terjun di daerah pegunungan)”
            “Baguslah kalo begitu.” Kepalanya mengangguk sepertinya tak begitu percaya.
            “Yuk balap renang dari ujung sana sampai sana..” ucap Kolid sambil menunjuk arah ujung kolam. Setauku kolam renang bagian kanan yang ada balok bernomor adalah area yang paling dangkal. Kata orang sih kolam renang itu beruntutan dari area yang paling dangkal hingga yang paling dalam. Kebetulan Kolid dan Hari ini mengajak dari yang paling dalam ke yang paling dangkal (menurutku).

            “Ayokk,, Siapa takut…” Jawabku singkat.
            Setelah kami berganti pakaian. Aku mulai deg-degan gak terlalu yakin bisa berenang sampai sana. Dari situlah aku berniat buruk. Mau mencurangi mereka. Caranya?.. saat mereka masuk ke dalam air aku juga akan berpura-pura masuk dan tanpa mereka sadari aku akan naik kembali dan berlari sampai ujung yang satunya dengan cepat.
            Kami bertiga berjejer Rapi di atas balok bernomor itu. Aku menghirup napa sedalam dalamnya.
            “Bersiap.. satu..Dua.. Tiga…”
            “Cbuuuuuuuurr…!!!” Suara itu memecahkan keheningan. Dadaku terasa agak perih dan ternyata…
            Sialaaaaaaaaannn….. ini area paling dalam…!!!! Bisa mati tenggelam aku……
            “TOLOOOOOOOOONNG<<<>!!!! Tolong..!!!”
            Semua orang datang berkerumun dan berlomba-lomba menarik badanku. Termasuk Kolid dan Hari temanku.
            “Kenapa di..?” hari menatapku bingung.
            “Kakiki Kram…”
            “Kalau nggak bisa renang, di sebelah sana noh.. yang lebih dangkal…!” sentak seorang bapak-bapak penjaga kolam renang.
            Wajahku tersipu malu. Pucat pasi. Malu bukan main. Apalagi banyak orang yang mengerumun di dekatku.  Termasuk ada banyak perempuan di sana. Dunia seperti telah mengusirku dari tubuhnya, menganggapku sebagai kutu yang mengganggu kehidupan di tubuhnya yang bulat pepat. Bagaimana manusia bisa hidup kalau permukaan bumi 70% tertutup air.
            Hari dan  Kolid menatapku geram.
            “Hahahaa…Hahahaa….” Mereka ketawa tanpa ampun. Beberapa orang di dekatku ikut tertawa. Aku hanya bisa bertunduk malu dan ikut tertawa sendiri.
            Tak lama, aku berpindah ke kolam dangkal yang sebelumnya aku kira paling dalam.      Sejak saat itu saya trauma dengan kedalaman kolam.
            Namun beruntungnya saat ini aku kuliah di jurusan yang sangat berhubungan dengan air dan Laut jadi mau nggak mau harus belajar renang. Dan lumayan lah… ternyata berenang itu ga sesusah yang kita kira.. yang penting itu praktek.

            *Practice make be Perfect

            Sebanyak apapun teori yang kita dalami. Tapi jika tidak ditunjang dengan praktek sama saja bohong. Seperti ini mempelajari teori sebanyak mungkin kalau kita nggak mau bertemu dengan kolam renang dan air kita tika akan pernah bisa berenang.

Semarang. 10 Februari 2013
Badiuzzaman


Badiuzzaman
Badiuzzaman

Previous
Next Post »

Post Comment

6 komentar

Unknown
AUTHOR
February 9, 2013 at 4:30 PM Reply Delete Delete

Menarik, pengalaman pribadi yang dikemas dalam bentuk cerpen ya. Ceritanya hidup, bahasanya mengalir lancar dan aku senang pesan-pesan yang tersembunyi maupun yang nyata di dalamnya. Mengenai pengalaman tenggelam, hehe....aku kelas 2 SMP juga pernah tenggelam dan ditolong anak kuliahan ganteng yang sedang berburu burung, wakakak...bisa jadi ide cerpen kan?

avatar
Badiuzzaman
AUTHOR
February 9, 2013 at 8:47 PM Reply Delete Delete

Betul betul mba... walaupun ada sedikit improvement tapi overall lebih cepat nulisnya. Dua kali lebih cepat bahkan dari pada imajinasi liar biasa.
Haha,,, Experience is very good teacher
Terimakasih mba sudah berkunjung... :)

avatar
Anonymous
AUTHOR
February 12, 2013 at 10:39 PM Reply Delete Delete

udah tengah mlam kang, belon sempat baca postingannya... hehehe

just wanna say "hay"... slam bloggies ye kang.. ^^

avatar
Badiuzzaman
AUTHOR
February 13, 2013 at 12:43 PM Reply Delete Delete

yaya.. terimakasih kunjungannya..
Slam bloggies balik.
Gmana wak Sulawesi aman?

avatar
February 14, 2013 at 7:44 AM Reply Delete Delete

Hahaha. lucuu ;p
emang masih banyak sih di dunia ini yang gengsi2an padahal gak bisa.
aku juga mau latihan renang ahh :D

avatar
Badiuzzaman
AUTHOR
February 14, 2013 at 12:20 PM Reply Delete Delete

Hoohoo...
Betul mba Vani, gengsi boleh lah dikit-dikit buat bumbu pelengkap hidup. Yang penting setelahnya harus mau belajar, belajar dan belajar lagi.

avatar