Judul : 5 cm.
Penulis : Donny
Dhirgantara
Penerbit : Gramedia
Widiasarana Indonesia
Cetakan : XXII, April 2012
Tebal : 379 halaman
ISBN ` : 978-797-081-683-1
Harga : Rp 51.000. ,-
Buku karangan Donny Dhirgantoro ini membuatku
kembali merenung tentang banyak keputusan yang telah saya ambil dalam hidup.
Setiap orang dalam hidup memiliki banyak sekali pilihan untuk dijadikan langkah
hidupnya. Buku memberikan gambaran mengenai hidup yang sesungguhnya.
Saya senang dengan
penggambaran karakter tokoh ketika cerita ini dimulai. Kang Donny menjabarkan
setiap tokoh satu persatu. Ibarat kata, penulis menggambarkan secara langsung
tokoh yang ada di dalam isi cerita. Penggambaran ini memudahkan pembaca untuk
mengetahui secara mendetail dari karakter tokoh sedari awal sehingga memudahkan
pembaca untuk memahami jalan pikiran si tokoh pada stage berikutnya. Sebut saja Zafran yang paling paham kalo masalah
filsafat, Genta yang bijaksana dan omongannya didenger orang, Ian si Teletubies
Dufan bahkan sering dipotret sama orang-orang kalo di tempat umum. Apalagi pas
pakai kaos ungu dikirain “Tingki Wingki”. Riani sosok perempuan cantik berkaca
mata yang begitu banyak wawasan dan pengetahuannya, bahkan sering kesal kalau beradu argumen dengan
orang-orang yang sok tahu.
Kelima teman ini
sudah tak pernah bisa terpisahkan. Benar-benar contoh sahabat sejati. Namun
yang saya ga suka dalam cerita ini, sebagian besar alurnya didominasi oleh
maen, nongkrong dan bercanda riang terlalu berlebihan menghabiskan waktu.
Memang ga terlalu berlebihan sih, bercanda pun sering berbobot. Apalagi ketika
ilmu filsafatnya Zafran keluar. Benar-benar top cer dah buat mbangkitin
semangat pertemanan mereka.
Teman yang terlalu
kompak ini diceritakan ingin tidak bertemu selama 3 bulan lamanya. Untuk
menemukan kembali serpihan kehidupan mereka yang belum lengkap. Ini sebenarnya
ide dari Zafran yang ketika itu sedang menceritakan tentang Socrates dan
Muridnya plato. Hidup itu diibaratkan seperti sekelompok orang dalam gua yang
gelap. Mereka beranggapan bahwa gua itulah kehidupan yang sesungguhnya. Tapi
yang harus dilakukan oleh kelompok itu seharusnya keluar dari gua dan mencoba
sesuatu yang baru agar pikirannya tidak terkotak-kotak pada sekte yang tak
berbelas kasihan. Nah, dari situlah Geng yang “Gila” ini menemukan ide untuk
berpisah dulu sementara. Si pemimpin geng, Genta menyetujui hal ini dan mereka berpisah untuk waktu 3 bulan agar
semuanya bisa mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia lain. Tidak
hanya orang-orang itu mulu dan tersesat dalam pikiran yang kolot.
Waktupun berjalan
begitu cepat. Genta sibuk dengan Event
Organisernya dan kesuksesaan dalam menjalankan usahanya itu pun tercapai.
Ian si gendut yang telah lama bercerai dengan skripsinya pun menjadi kembali
PDKT dengan skripsinya. Hingga akhirnya dia bisa lulus dengan usaha keras yang
begitu panjang dan melelahkan. Arial yang akhirnya bisa menemukan kembali gadis
idamannya. Di setiap sela-sela kehidupan baru ini, mereka selalu terbayang
dengan teman-temannya.
Saya akui
pengetahuan mengenai lagu bagus dan membuat suasana lebih berwarna, tapi yang
saya sesalkan lagu dan puisi yang ada di dalam buku ini lebih condong ke
barat-baratan semua. Lyriknya barat semua idolanya barat semua. Tokoh-tokoh
yang mereka bicarakan juga barat. Dimana indonesianya?. Bahkan sempet
ngungkit-ngungkit kebobrokan negeri sendiri. Tapi untungnya di akhir cerita
penulis menemukan penekanan yang pas untuk alasan kenapa kita cinta indonesia.
Namanya juga alur yang dipenuhi konflik pasti membuat pembaca geram baru
setelah itu lega pada akhir ceritanya.
Satu hal yang
menarik ketika si Ian berbicara dengan komputernya untuk memaksakan diri
menulis skripsi. Penulis benar-benar hebat, bisa membuat suasana hidup dan
seolah komputer itu menjadi sebuah makhluk yang benar-benar hidup.
Buku ini
benar-benar khas anak muda, pennggemar hedonisme. Namun dari sifat mereka yang
suka bersenang-senang memunculkan premis yang menarik. Bahwa hidup itu
menyenangkan tapi juga butuh kerja keras. Banyak sentilan motivasi yang membuat cerita menjadi semakin hidup. Intinya dari semua motivasi itu kita haru menggantungkan cita-cita kita 5cm di depan kening agar kita tetap fokus. Pasti bisa!!.
Menurut hemat
saya, penuli kurang menaikkan klimaks. Seharusnya klimaks pada saat mereka
sedang berpisah bisa membuat pembaca tegang. Tapi rupanya tak begitu tinggi.
Semoga di tulisan berikutnya Kang Donny bisa membuat klimks semakin menarik.
Terus mengabdikan
diri untuk kejayaan bangsa, membaca itu membuka wawasan baru. Maaf kalau
resensinya kurang begitu bagus mungkin ini kali pertama saya menulis resensi.
Terimakasih sarannya mba Maharani.
Semarang, 24 Desember 2012
Post Comment
2 komentar
wah, tugas resensinya ditulis juga...mbak An juga belum baca novel 5 cm. Jadi, belum bisa berkomentar banyak. Banyak novel dari Bunda Afifah Afra yang belum kelar, nih.. hiks hiks. PRku juga masih banyak dan harus dikerjakan dan dibuat resensinya ^_^
Bener mba, ternyata sekarang saya baru mengerti Salah satu apresiasi yang harus dilakukan oleh seorang pembaca yang baik adalah meresensinya. Siapapun penulisnya pasti akan senang jika kita menuliskan resensinya.Semoga juga ketika kita menulis buku bakal banyak yang meresensinya juga :) amin -sedikit ngarep- hehe
EmoticonEmoticon