Konferensi Pers


Suasana mendadak senyap begitu Genta memasuki ruangan. Seluruh pandangan menyatu mengarah ke satu titik. Tak ada lagi suara gemuruh yang sedari tadi memekikan telinga. Semua orang mendadak diam seribu makna. Puluhan kamera menyorot mata Genta tanpa ampun. Cahaya lampu dengan sengaja diarahkan ke muka Genta. Tanpa kata yang terucap Genta hanya bisa diam membisu. Tak ada yang sabar di ruangan itu, desas desus mulai muncul kembali dan bertambah ramai. Setiap orang saling bertanya-tanya apa yang akan diucapkan orang-orang yang di depan. Kursi di dalam ruangan penuh sesak oleh wartawan dan para pencari berita.
            “Harap semuanya tenang..!!” Mendadak suara keras datang dari sudut ruangan. “Tolong semuanya menyesuaikan diri segera supaya acara bisa segera dimulai.” Tukasnya tegas tanpa basa basi.
            Semua orang yang ada di dalam ruangan serentak diam tak bergeming. Tak ada lagi gerakan. Kamera terus menatap dengan serius. Cahaya terus mendobrak kebisingan. Alat perekam suara digengam erat oleh orang-orang yang tampil di depan. Di depan muka Genta terpatri puluhan microfon yang setia menunggu satu kata terucap dari mulut Genta.
            “Selamat pagi kawan-kawan pers semua” Sebuah kata pembuka yang ditunggu-tunggu oleh sekumpulan pencari berita yang tak sabaran.

“Bagaimana kronologi kejadiannya mas Genta…!!!” mendadak keheningan terpecah dengan seorang yang mengangkat tangan dan bertanya dengan lantang.
            “Sebentar, tolong tunggu dulu sampai saya selesai bicara baru nanti boleh bertanya… Sepakat?” Ucap Genta sedikit tegas.
“Oke, oke, sepakat. Baiklah.” Terdengar suara kecil bergumul dan terdengar mulai ramai.
            “Baiklah kalau begitu saya mulai lagi … terimakasih buat kawan-kawan pers yang sudah berkenan berkumpul pagi ini. Langsung saja saya akan menjelaskan kronologis kejadian yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Saya minta sebelum saya selesai menjelaskan, kawan-kawan jangan menyela dulu agar pesan yang saya sampaikan tidak setengah-setengah”
            Jeda beberapa saat. Menghela nafas dan bersiap untuk mengungkapkan sebuah kebenaran yang mungkin hanya dia dan adiknya yang tau.
            “Dua hari yang lalu saya bertemu dengan kepala sekolah SD Tarumanegara. Di sana kami membahas mengenai kecelakaan yang menyangkut adik saya, Heykal. Heykal kecelakaan pada hari senin ketika selesai upacara bendera. Kondisi sampai saat ini masih kritis. Mohon doanya. Kebetulan ayah Heykal sudah tidak ada sehingga saya di sini yang bertanggung jawab sekaligus berbicara atas nama keluarga. Kecelakaan terjadi senen pagi dan kebetulan tidak ada saksi mata yang melihatnya secara langsung kecuali teman-teman Heykal. Menurutnya Heykal terserempet mobil guru yang kebetulan lewat untuk keluar dari gerbang sekolah. Sampai saat ini belum ada yang tahu pasti siapa yang mengendarai mobil itu. Belum ada yang mengaku. Bahkan semua guru pun tak ada yang merasa menabrak atau bertanggung jawab atas kejadian ini. Akibat kecelakaan itu Adik saya mengalami gegar otak karena membentur batu dan harus di rawat intensif sampai saat ini. Dari pihak yang berwenang pun belum bisa memastikan siapa yang bersalah atas kecelakaan ini. Karena pada waktu kejadian tak ada orang dewasa yang berada di sana. Sementara orang yang melihat mobil itu adalah teman adik saya yang berumur kurang dari 10 tahun. Ada yang perlu ditanyakan?” Genta mengakhiri pembicaraan dan menawarkan pertanyaan pada wartawan dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
            “Mobil jenis apa yang disebutkan oleh teman adik anda?” tanya seorang wartawan perempuan dengan jelas.”Mereka bilang mobil warna hitam” Jawab Gentar dengan pasti.
            “Jam berapa tepatnya kejadian itu terjadi?” Tiba-tiba Genta membuka kertas yang dibawanya. “Di sini tertulis jam 7.30” sebut Genta sambil membaca keterangan hasil pembicaraan dengan saksi oleh pihak yang berwenang.
            “Ketika itu apakah Heykal diantar ke sekolah? Oleh siapa?”Pertanyaan yang terdengar ganjil mulai keluar. “Untuk apa kalian bertanya begitu?” Ucap Genta sembari sinis memandang puluhan wartawan yang ada di depannya. “Ayo jawab nak Genta?” Tiba-tiba polisi yang duduk di sampingnya pun ikut-ikutan penasaran dengan pertanyaan Wartawan yang tidak polisi temukan jawabannya.
            “Ya jelas saya mengantar langsung Heykal setiap hari.”
“Pakai mobil apa? Warna?” Kembali pertanyaan bertubi-tubi memojokkan Genta. “Pakai APV Warna hitam” Mendadak semua terdiam. Termasuk Genta yang berfikir kembali dan mengingat kala itu ia tidak langsung pulang tetapi ngobrol dengan petugas sekolah sampai setengah delapan baru dia buru-buru pulang karena diminta ibunya pulang mendadak. Genta kala itu langsung melesat cepat menuju rumah.
            “Anda pulang Jam berapa waktu itu?” Mendadak pertanyaan itu seperti halilintar menyambar telinga Genta. Semua orang menunggu jawaban keluar dari Genta. Mendadak muka pemuda ini menjadi biru dan kusam. Dia terus terdiam lama. Genta melihat kanan dan kiri dengan cepat kemudian mendadak bangkit dan berlari keluar ruangan. Namun usahanya sia-sia. Polisi yang ada disampingnya langsung mengejar dan menangkap Genta. Borgol langsung melesat di pergelangan tangannya.
            “Pak, apa-apaan ini?”
            “Nanti saja dijelaskan di Kantor” Ucap polisi itu dengan tegas.


Semarang, 28 Desember 2012
Badiuzzaman

Badiuzzaman
Badiuzzaman

Previous
Next Post »

Post Comment