Cahaya Lain



Dering suara telepon membuatku kaget di tengah malam, aku bersama anak-anaku sedang tidur di kamar yang serba sederhana. Kebiasaan suamiku yang pulang larut malam membuatku terbiasa untuk pulang malam hari. Namun sepertinya malam ini berbeda dari malam biasanya. Dering telepon itu membuatku takut, jangan-jangan terjadi sesuatu pada suamiku.

“Halo, Selamat malam, benar ini dengan ibu Rina..?” terdengar suara lelaki tegas dari ujung sambungan telepon yang lain.
“Benar, saya sediri. Maaf ini dengan siapa ya..?”Jawabku sedikit gemetar.
“Begini bu, saya dari kepolisian satlantas kota Tanggerang ingin memberi tahu bahwa suami ibu kecelakaan. Sekarang ada di Rumah sakit Elisabeth.” Ucap polisi itu begitu jelas membuat badanku lemas.
Diam sejenak, tak disadari air mataku mulai terjatuh ke lantai. Tak tau harus berucap apa aku hanya langsung menutup telepon itu.
Tak lama kemudian ada orang yang mengetok pintu dari luar. Mereka adalah petugas kepolisian yang akan mengantar aku ke rumah sakit. Sedangkan kedua anakku ditinggalkan tanpa ada yang jaga. Waktu itu aku kalut dan tak lagi bisa berfikir jernih.

Sesampainya di rumah sakit, aku menemukan suamiku sudah terbujur kaku di ruang IGD, aku hanya bisa menjerit memanggil suamiku. Badanku melemas dan mataku mulai kabur. Bayangan suamiku menghilang dari penglihatanku. Aku pingsan dan tak sadarkan diri.

“Ka, ka.. ka Rina..”terdengar suara perempuan muda di telingaku.
Dia adalah adik kandungku, Nia namanya. Dia selalu ada setiap aku susah dan senang. Aku masih teringat suamiku yang sudah tiada lagi. Hidup ini serasa sudah kehilangan separoh nyawa.
“Ka, sudah ka, semua yang ada di dunia ini sudah ada yang mengatur. Di balik semua musibah pasti ada hikmahnya. Ka Rina, ada kabar yang harus Nia sampaikan. Semoga kaka bisa tabah ya..”
Aku terus memandangi mata Nia yang berkaca-kaca.
“Tadi malam rumah ka Rina kebakaran, Yuli dan Putra tidak bisa diselamatkan. Polisi sedang menyelidiki penyebab kebakaran itu. Kaka sabar ya…”
Air mataku keluar begitu derasnya, suasana pagi yang dingin tak lagi terasa di tubuhku. Hidupku sudah hancur lebur. Tak lagi ada harapan untuk bisa hidup. Tubuhku kembali lemas dan hanya bisa memandang datar ke arah langit-langit.
“Ya Alloh, ujian apa lagi yang Engkau berikan padaku..”
Adik ku Rina terus mencoba untuk menghibur tapi rasanya sia-sia. Mungkin sudah saatnya aku harus menyusul suami dan anak-anakku di alam yang lain. Sempat terpikir untuk mencoba mengakhiri hidup ini dengan segala cara. Namun adik ku Nia selalu mencegahnya. Hingga akhirnya aku mencoba untuk meminum racun tikus. Namun aku tak mati, tapi semenjak saat itu aku lumpuh. Tak bisa berbicara, tak bisa berjalan. Hanya duduk di kursi roda dan dengan setianya aku dirawat oleh adikku Nia.
Terimakasih Nia…

Badiuzzaman
Badiuzzaman

Previous
Next Post »

Post Comment