Tukang Becak VS Tukang Parkir


Hari minggu, hari yang bebas bagi semua orang. Termasuk aku, tak ada kegiatan yang pasti pada hari itu. Tiba tiba samping kamar kost mengajak turun ke semarang bawah untuk cari alat alat eloktro di electrical shop. Walaupun agak sedikit malas, -mendingan tiduran atau nonton film-. Tapi kasian juga kalau nyari sendirian. Tanpa basa basi kami pun cap cus menuju pusat kota semarang. Jalanan dipadati oleh kendaraan yang tak henti-hentinya mengepulkan asap hitamnya ke bagian belakang. Sepeda bermesin saling menyaut tanpa kenal ampun. Kebisingan kota tak pernah bisa dihindarkan. Ditambah terik matahari yang membakar kulit sampai batas tulang selaput.

Setengah jam lamanya baru sampai di tengah kota semarang. Keringat mulai merekatkan baju pada kulitku, untung tidak mengenakan jaket tebal. Hanya kemeja hitam lengan panjang andalanku yang paling ku sukai sejak dulu. Satu demi satu mata terpandang pada toko elektronik yang ada di sebelah kiri jalan raya, namun tak ada satupun yang membuat mata temenku terseret untuk medatanginya. Sampai di sebelah pojok jalan Mataram berdiri toko mungil yang terlihat tak ada apa apa. Namun jangan salah, ketika masuk dalam semua peralatan listrik dan elektronik bertengger rapi menunggu tangan-tangan pembeli menyeret ke rumahnya.

Beruntung di depan toko ada beberapa buah pohon yang berjajar rapi hingga memecah panasnya terik matahari. Tanpa pikir panjang, temanku langsung masuk dalam toko dan mencari benda-benda yang tak aku mengerti apa gunanya. Aku memilih menunggu di depan toko sembari melihat-lihat rame riuh kota semarang. 

Ada banyak yang menarik perhatianku, di sebelah kiri aku melihat serombongan tukang becak sedang menunggu penumpang yang beruntung menduduki kursi becaknya. Aku tak tau pasti hari apa si tukang becak ini libur. Minggu mereka tetap bekerja, hari lain pun demikian. Empat buah becak bertengger  di samping trotoar jalan. Mereka berjajar rapi seperti barisan pleton infanteri. Sebelumnya aku berfikir pasti ini barisan biasa dan hanya keberuntunga mereka untuk mendapatkan penumpang. Namun ternyata aku menyadari bahwa aku salah setelah mendengar percakapan salah seorang penarik becak dengan ibu-ibu calon penumpangnya.
Ibu : "Pak, becak pak... ke arah jalan Patimura..?"
TB : "Oh ya, sebelah sana bu, sekarang gilirannya dia." kata salah seorang tukang becak di pojok yang berbeda
Ibu : "Oh gantian ya, oke.."
TB2 : "Mari bu..."

Dalam persaingan memperebutkan penumpang mereka membuat antrian sendiri agar semua tukang becak mendapatkan bagiannya. Namun entah antrian ini akan berubah keesokan harinya.

Tukang becak yang sudah membawa penumpang langsung tancap gas menuju tempat yang diinginkan penumpang. Beberapa menit kemudian datang tukang becak yang lain dari arah berlawanan dan langsung menempatkan diri di barisan paling belakang jajaran tukang becak.

Satu yang menarik perhatianku lagi adalah profesi tukang parkir sebut saja Parking man . Entah ini jabatan lebih tinggi atau lebih rendah dari tukang becak, aku tak terlalu mengerti. Yang aku mengerti tukang becak haya mendapat 5-10 ribu sekali mengantarkan satu penumpang. Namun Parking man mendapat seribu dari kendaraan roda dua dan tiga ribu dari kendaraan roda empat. Setiap menit pasti ada kendaraan yang parkir keluar masuk area halaman toko.

Jika dihitung akumulasi pendapatan mereka mungkin sangat jauh berbeda. Terlepas dari itu semua, mereka mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka dan mencari penghidupan yang lebih baik. Semoga mereka mendapatkan keberkahan dari apa yang mereka usahakan amin...
Badiuzzaman
Badiuzzaman

Previous
Next Post »

Post Comment