Setiap
orang memang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Namun yang pasti
kita tidak bileh menyombongkan kelebihan yang kita miliki dan mencaci
kekurangan yang mungkin menjadi kemalangan orang lain. Menjadi pintar itu
karena mau belajar tapi menjadi cerdas itu terkadang memang anugrah yang
diberikan sang Kuasa pada orang yang kita miliki.
Sebut saja namanya Enong. Sebenarnya nama
aslinya Endang, namun banyak orang yang lebih enak memanggilnya Enong. Seorang
gadis belia yang rupawan tapi pikiranya agak tulalit, alias sering “eror in conection”. Sekarang dia kuliah
di jurusan ilmu Ekonomi salah satu universitas Swasta di Semarang. Orang tuanya
tajir banget dan dia sering bergonta-ganti mobil bermerek pemberian
orang-tuanya. Maklum orang tuanya memiliki usaha pertambangan dan kebun kelapa
sawit.
Semenjak pertama kali masuk kuliah hingga kini
Enong memang terkenal sebagai mahasiswa paling cantik. Walaupun keturunan orang
tajir, Enong sama sekali tidak sombong dan penampilannya pun sederhana. Kecuali
dengan mobil sportnya yang selalu keluaran terbaru. Namun kalo ada cowok yang
ngajak ngobrol biasanya akan langsung ilfeel
karena ketulalitannya itu. Tidak dengan Raka, salah satu teman setia Enong
sejak mereka SMA. Raka selalu bisa berfikir bijak dan bisa memahami kekurangan
enong. Raka selalu berfikir bahwa kekurangannya itu bukan atas keinginannya,
tapi karena pemberian sang Maha Kuasa.
“Nong, mau kemana? Kantin?” Tanya Raka ketika
ketemu enong berjalan sendirian di lorong.
“Iya ka, kenapa? Mau bareng?” balas Enong
dengan nada ramah.
“Baleh sih..”
Mereka pun jalan berdua. Menembus ramainya
tempat nongkrong yang penuh sesak mahasiswa antri untuk membeli makan. Udara
mulai panas ditambah suara bising yang memekikan telinga. Enong dan Raka akhirnya
mengurungkan niatnya untuk makan di kantin kampus.
“Wah rame ni Neng, keluar aja yuk?” Ucap raka
yang memang teman dekat Enong untuk masalah mencari makan.
“Keluar kemana? Maksudnya pindah kampus?” Jawab
Enong, tulalitnya muncul lagi.
“Maksudnya kita makan di Luar”.
“Wah males ah Rak, diluar panas” belum ngeh
“Di luar bukan berarti makan sambil duduk di
halaman sono. Panas emang, tapi maksudku kita jalan keluar, cari tempat makan
di luar kampus.” Raka sama sekali tidak marah atau mentertawai Enong seperti
teman-taman Enong yang lainnnya. Pasti kalo percakapan Enong sudah tidak
nyambung banyak temannya yang mengejek dan menertawakan Enong. Semua itu
membuat Enong menjadi merasa minder kalo masalah pikiran dan ngobrol dengan
orang lain. Tapi tetap saja ada banyak cowok yang mengejar Enong karena
kekayaan bokapnya atau hanya sekedar ingin berteman agar makan siangnya Enong
yang bayarin.
Raka
tidak seperti cowok biasanya. Makan siangnya tak pernah mau dibayarin sama
Enong dan dia juga tidak pernah minta sesuatu apapun pada Enong. Raka ikhlas
untuk berteman dengan Enong. Bahkan saking dekatnya, mereka terlihat seperti
kakak beradik. Wlaupun dari Jurusan yang
berbeda mereka sering terlihat bersama dan mengerjakan tugas kampus
bersama-sama. Kalau ada ketidak nyabungan omonganya Enong, Raka tak pernah
mencemoohnya.
“Rak, lusa bantu aku ngerjain tugas dong..!”
Saut Enong ketika ketemu Raka di Jalan masuk perpustakaan. Raka memang orang
yang suka membaca buku, dan tak pernah sulit mencarinya. Ketika jam istirahat
siang dia sering terlihat di perpustakaan.
“Tugas apaan nong?”
“Ini, tugas ekonomi pembangunan, aku agak
kurang paham kalo masalah pembangunan?” Saut Enong, walaupun dia tulalit tapi
perjuangannya untuk bisa mengikuti materi kuliah bisa diacungi jempol.
“Okelah, lusa sepulang dari kampus aku mampir
ke rumahmu.”
“Terimakasih Rak, kenapa harus lusa?” Enong
bingung.
“Kan tadi kamu bilang lusa?”
“Emang iya yah, nanti sore aja deh,. Hehe”
Enong mulai tidak nyambung.
“Enooong…!!” Raka hanya bisa tersenyum dan mengelus
kepala Enong setiap kali dia mulai tulalit. Kebiasaan ngelus kepala Enong
membuat dia merasa nyaman. Bahkan Raka kadang sambil mendoakan Enong agar
menjadi orang yang tak lagi Tulalit.
Enong dan Raka kini sudah menginjak semester 7
dan tidak lama lagi mereka akan menyelesaikan masa studinya. Tapi Raka mulai
gelisah ketika sering melihat Enong dekat dengan Cowok lain. Memang Raka tek
pernah merasa apalagi mengatakan bahwa dia cinta sama Enong. Tapi rasanya dia
tak bisa menerima perasaan ini. Bahkan ketika Enong curhat tentang laki-lakinya
itu hati Raka terasa hancur. Namun Raka tak pernah berani mengungkapkan isi
hatinya pada Enong.
Hingga suatu saat Enong bercerita bahwa dia
telah resmi jadian dengan cowok yang baru-baru ini mendekatinya. Hati Raka
hancur dan tak lagi terlihat bertemu dengan Enong. Raka menghilang entah
kemana. Enong mulai kawatir dan mencari Raka. Tak pernah ditemukan
diperpustakaan atau di rumahnya.
Hingga suatu ketika Enong menemukan Raka sedang
duduk lemas di bawah sebuah pohon disamping rumahnya. Ditemani semilir angin
sore yang semakin menambah haru suasana. Anak-anak berlarian di jalanan hendak
mengejar ayam kalkun yang bertubuh besar. Matahari mulai melirik sinis ke arah
Raka yang matanya terus berlinang. Burung-burung bersautan dengan nada mengejek
Raka dari kejauhan. Semut menari-nari seolah ingin mengatakan kalau mereka
melihat seorang pemuda yang cengeng karena cinta.
Raka tak pernah tau kalau Enong diam-diam duduk
di belakang Raka dan mendengar lamunan Raka seperti dalam bentuk puisi.
“Oh, bidadari kenapa engkau tak pernah
mengatakan kalau matahari akan sinis melihatku.
“Oh sang Raja senja kenapa engkau tak mau
mengatakan kalau hal ini akan terjadi pada diriku.
“Kenapa dia tak bisa lagi bertemu denganku.
“Kenapa dia tak pernah bisa bicara denganku.
“Ku ingin kita bersama lagi walaupun tak pernah
ada hubungan yang jelas selain sahabat.
“Taukah kamu nong, aku tulus mencintai kamu apa
adanya.
“Walaupun kamu tulalit, tapi itu membuatku
tersenyum bahagia.
“Aku tak pernah peduli kamu berasal dari kasta
apa, bangsawan, raja, darah biru.. atau apapun tapi aku tetap cinta padamu.
“Aku baru menyadari kini tapi sudah terlambat,…
“hik hik hik…
“Belum terlambat Rak” tiba-tiba terdengar suara
dari belakang pohon tempat Raka bersandar. Raka kaget dan tak penah menyangka
ternyata Enong sedari tadi duduk di sana, dan mendengar semua yang telah
diucapkan Raka.
“Sejak kapan kamu disini?”Tanya Raka kaget.
“Sejak kamu bicara dengan bidadari..”
“Jadi, kamu tau semua yang aku ucapkan..?” muka
Raka mulai pucat.
“Iya, aku juga sebenarnya juga cinta sama kamu,
semua yang pernah aku ceritakan tentang cowok yang jadian sama aku, itu
semuanya Cuma bohong.”
“Beneran….”
Ditengah indahnya matahari terbenam mereka
berpelukan… so sweaaaaaaat…..
Post Comment
4 komentar
berpelukan?
*kayak teletubies aja... :D
nyengir aku,dek
haha... unik kan mba, lagi nyari kata-kata yang mencuri perhatian, memang terkadang ga sengaja,..
semoga menemukan lagi kata yang unik lagi, buat dikumpulin di novel biar jadi best seller.. amin..
pesan moralnya belum tersirat,dek :)
sedikit kesan..
yah, "moral Value"... itu yang penting sebenarnya ya.. (terlupakan)
oke oke... sukron..
EmoticonEmoticon