Udara dingin masih meliputi pagi hari ini.
Suara kokok ayam sudah tak pernah terdengar lagi semejak beredarnya virus flu
burung. Hingga semua ayam di kampung ini di musnahkan. Suasana pedesaan mulai
pudar semenjak kedatangan para investor yang mengantri untuk menawarkan
kemewahan rumah dan halusnya jalan aspal di desa itu. Burung-burung tak lagi
berani berkicau semenjak suaranya kalah merdu dengan raungan radio yang selalu
di setel untuk mendengarkan berita
pagi.
Anak-anak berlarian sekedar bermain sembari
menunggu orang tua mereka memanggil untuk mandi dan berangkat sekolah. Baju putih-merah
dan putih biru pun selalu menghiasi kala jam 7 kurang telah menyingsing.
Antusias mereka untuk sekolah perlu diacungi jempol. Namun tak banyak dari
orang tua di kampung ini yang bisa menyekolahan anak mereka sampai ke bangku
kuliah.
Namun tidak dengan Satrini, sosok single parent yang sudah satu tahun ini
ditinggal suaminya untuk selamanya. Suaminya itu meninggal karena kangker ganas
yang tak kunjung diobati. Keluarga ini memang bukan keluarga terpandang atau
serba kecukupan. Sejak awal mereka berkeluarga, mereka berjanji akan
menyekolahkan putri satu-satunya sampai perguruan tinggi. Sejak melahirkan anak
pertama Satrini divonis tidak dapat hamil lagi karena rahimnya telah diangkat.
Entah kenapa, Satrini juga tidak mengerti sampai sejauh itu.
Berkat kerja keras dan tekad yang kuat,
akhirnya doa mereka pun terkabul. Terutama Satrini yang selalu bangun tiap
malam dan mendoakan anak semata wayangnya itu. Dewi Purwaningsih, nama lengkap
anaknya. Teman-teman mereka memanggilnya Dewi. Sosok orang yang tekun dan kerja
keras. Mungkin karena didikan dari orang tua mereka yang selalu mengedepankan
etos kerja.
Salah satu yang dapat dibanggakan oleh Satrini
dari anaknya adalah Dewi diterima di Kedokteran Universitas Diponegoro. Melalui
jalur beasiswa, Bidik misi. Jelas ini sebuah anugerah yang sangat indah bagi
keluarga ini. Dewi masuk tahun ajaran lalu 2011. Sekarang sedang mengenyam
semester 3. Dewi orang yang begitu aktif dengan kegiatan kampus dan kegiatan
kemanusiaan. Puluhan kegiatan kemanusiaan telah Dewi ikuti.
=================================================================
“Tok-tok-tok…” Suara ketukan pintu terdengar
memecah keheningan waktu subuh.
Suara itu terdengar di rumah sempit Satrini.
“Assalamualaikum bu,,” Terdengar suara kepala
desa yang tak asing lagi di telinga Satrini.
“Waalaikum salam, sebentar pak” Suara Satrini
sembari bersiap-siap setelah shalat subuh dan tilawah sejenak.
“Treeeek.. “ Suara pintu tua yang terbuka oleh
tangan tua Satrini. Usianya memang sudah lebih dari setengah abad. Tapi tenaganya
masih sering digunakan untuk bekerja di ladang atau sawah peninggalan suaminya.
Walau hanya bersih-bersih. Selebihnya dia serahkan pekerjaan berat di ladang
kepada orang lain.
“Selamat pagi bu.”Ucap sepasang polisi
berseragam lengkap di depan pintu rumah Satrini.
“Wonten
napa nggih pak..? ucap satrini dengan loga jawa halusnya.
“Saged
mlebet rumiyin bu…? Ucap pak kades,
“Oh,
nggih. Ngapunten Monggo..” Saut suara satrini yang seolah terbata-bata
bingung entah ada gerangan apa.
“Begini bu.” Ucap salah satu polisi mengawali.
“Ibu ngerti kan kalau saya menggunakan bahasa
indonesia?”
“Inggih ngerti..”Kilas Satrini.
“Nuwun sewu, Putri ibu namanya Dewi
Purwaningsih?.
“Nggih, wonten napa.” Saut Satrini dengan muka
penasaran.
“Tadi malem, di pintu keluar baturaden terjadi
kecelakan bus yang ditumpagi putri ibu. Dan dek Dewi sekarang dirawat di rumah
sakit DKT. Kondisinya lumayan parah. De, Dewi ini sedang balik kunjungan dari
UNSOED purwokerto. Ibu yang tabah yaaa…” Papar pak polisi begitu jelas.
“Astaghfirullah..” Perlahan air mata Satrini
mengalir tanpa ada yang bisa menghentikannya.
“Bapak rak salah orang…? Ga mungkin…” kedua
tangan satrini menyatu di dapan muka. Dan seolah sekujur tubuh menjadi lemas..
Beberapa menit Satrini terus meratapi nasib dan
tiba-tiba tak sadarkan diri tersungkur di meja tamu yang telah terlihat usang. Pak
kades dan pak polisi langsung mengangkat Satrini menuju ke tempat tidurnya. Saudara
Keluarga kecil ini berdatangan untuk mengaturkan bela sungkawa. Setelah Satrini
Sadar ternyata Dewi, Putri semata wayangnya itu telah tiada.
Innalilahi Wa Innailaih Rajiun….
Tak ada yang bisa menebak rencana hidup ini.
Semua yang telah ditetapkan Sang Khaliq adalah yang terbaik untuk kita.
Post Comment
2 komentar
Innalillahi wa inna ilaihi ra'jiun..
gambar di atas itu gambar aseli kecelakaan di Baturaden kemaren, Dek?
S/d setengah hancur gitu, yah..Masya Alloh..semoga keluarga korban senantiasa diberi kesabaran dan ketabahan.
Mbak An dengar, salah satu ortu korban baru saja pulang haji (minggu ini). Entahlah, saya tidak bisa membayangkan perasaan mereka.
*kejadian hikmah kemarin menjadi bahan inspirasi cerpen ini, ya, Dek?
siip..semangat menulis,ya
ditunggu cerita selanjutnyaa
iya mba, tulisan bisa menjadi kenangan sebuah peristiwa. Walaupun bukan cerita asli tapi semoga bisa menginspirasi... semangat mba.. :)
EmoticonEmoticon