Menjadi "Bule" di Negeri Sendiri

Saat pertama kali menginjakan kaki di pulau terpencil, termasuk pulau terluar di negeri ini. (mendekati Irian Jaya), tak pernah menyangka akan merasakan banyak hal yang mungkin tak pernah ditemukan di kota lain di Indonesia. Tepatnya kota Tual, Maluku Tenggara.

Di sini tidak ada preman, karena semua orang disini adalah preman. Berantem, pukul pukulan, geng-gengan sudah menjadi hal yang lumrah. Dan menjadi tidak lumrah jika mereka ramah dan murah senyum. Aneh.

Buat kita-kita yang kulitnya rada putih, atau menguning. Serasa menjadi bule di negeri sendiri. Bagaimana tidak, anda pasti tau sendiri apa warna kulit mereka. Yang jelas beda sekali dengan kita-kita yang hidup di Jawa. Budayanya pun beda sekali. Walaupun banyak yang beragama islam, tapi kekerasan, judi, togel, dan pemerasan dihalalkan disana.

Sempat saya berbincang dengan warga sana, dalam omongannya mereka mengatakan.
"Jika tidak ingin ada pelanggaran, jangan pernah buat peraturan"
Aneh sekali nggak? memang benar disana tidak ada aturan. Jika ada trafic ligh pasti sudah pecah dilempari batu oleh anak-anak. Jika ada polisi menilang pasti sudah dikroyok warga.

Itulah Indonesia di sisi lain. Judi, miras dan togel sudah menjadi kebiasaan. Bahkan hampir 90%  warganya bermain togel. Jika memasang 1000 saja, tembus 4 angka bisa dapat 4 juta. Bos besar, mavia, bandar semua ada disini. Seperti di film film judi. Mereka terhubung langsung dengan judi di Korea, malaysia, china dll. Hebat bukan?. 

Saya pun sempat dipalak di tengah jalan, tatkala sedang berjalan santai membawa mobil charteran di sana. Mereka memberi sebatang rokok, dan kita wajib memberikan mereka duit minimal 10 ribu. Bagaimana bisa dibilang bukan pemalakan..?.

Salah satu hal yang menakjubkan disana adalah pantainya. Pantai Pasir panjang, pulau ini dikelilingi pantai berpasir putih. Butirannya lebih lembut dari tepung terigu. Saking putihnya, jika kita meninjakan kaki diatasnya serasa berada di atas salju, atau awan. Fasilitasnya juga sudah memadai, jalan raya halus. Namun masyarakatnya sepertinya belum siap menerima pendatang/turis. Buktinya saja ketika kita jadi turis disana, selalu disambut dengan muka garang. Tak jarang ada yang  mendekat minta duitlah, minta rokok lah.. macem macem saja.

Seandainya pemerintah bisa memanfaatkan potensi ini, pasti bakal lebih terkenal dari pada bali. Potensi alamnya maknyus abis...
lihat foto kita pas lagi ada di pantai ini, sampai kamera pun merasa silau.

Follow @badinesia
Semarang, 28 Desember 2013



Unknown
Unknown

Previous
Next Post »

Post Comment