Akibat Berebut PNS

            Seperti tahun-tahun yang lalu, kembali media masa mengabarkan semakin bertambahnya para pencari kerja. Lapangan kerja semakin sedikit, jumlah sarjana semakin banyak, kekuasaan finansial dikuasai oleh beberapa glintir konglomerat yang tak ingin membagi kekuasaaannya atas uang.
            Sebagai jalan keluar dari ketidak jelasan finansial yang semakin menjadi adalah mendaftar PNS. Seperti anggapan orang dulu, mungkin sudah turun temurun kali ya, sekolah tinggi dan menjadi sarjana untuk menjadi seorang pegawai (baca:PNS). Bukan berarti saya mendeskritkan PNS, tetapi seolah semua orang mencari aman dalam hal pekerjaan dan finansial.

            Sebagai contoh kita melihat kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah pelamar PNS 2.551 dan hanya akan diterima 143. Rasio ini mungkin sangatlah jauh dari ideal. Sebenarnya tidak hanya di ranah ke PNS an, pendaftaran karyawan swasta pun semakin membludak (walaupun tak se ekstrim PNS). Semakin memperbesar pertanyaan “ada apa dengan Negeri kita?” negeri ku dan negeri mu.
            Dahulu saya pernah keceplos mengatakan, “semoga tidak menjadi pns”. Semoga kata-kataku itu menjadikan jalan untuk menjadi wirausahawan yang sukses. Amin. Kembali ke persoalan semakin banyaknya minat ke dunia ke PNSan. Persaingan tidak sehat pun muncul di sini. Tidak sedikit orang yang berani untuk “membayar” uang lebih hanya untuk diterima menjadi pegawai negeri. Ratusan Juta bahkan, kalau menurut saya mendingan digunakan untuk capital berwiraswasta. Tapi entahlah, setiap orang memiliki sudut pandang masing masing.
            Akibat dari persaingan tidak sehat ini yang sejak awal dibiarkan berjalan adalah…. Begini saja, seandainya ada calon pendaftar PNS yang berani merogoh kocek katakanlah 300 juta untuk menyogok agar bisa menjadi PNS. Uang sedemikian tidaklah sedikit. Untuk mendapatkan balik modal akan terjadi berapa tahun?. Mari hitung dengan perkiraan gaji 3 juta per bulan (ini asumsi tinggi). Uang 300 juta akan kembali dalam 100 bulan, atau sekitar 8,3 tahun. Waw… tidakah kita berfikir mereka tidak akan main kebijakan ataupun main duit yang lain untuk mempercepat pengembalian duit yang mereka sogokkan?... walaupun dengan cara yang tak halal?...
            Semua kembali pada pribadi masing masing, mungkin saja mereka ingin untuk mendapatkan ketenangan batin, dengan memperoleh income yang stabil, tanpa gangguan, pekerjaan santai , tidak dikejar waktu (kecuali BUMN), tidak terlalu beresiko (kecuali militer dan SAR), berangkat pagi pulang sore (tanpa lembur), bekerja keras dan santai dengan gaji tetap, dan yang paling dicari adalah resiko terjadi pemecatan yang sangat kecil atau bahkan hamper tidak ada.
           

            Semarang, 6 september 2013
Unknown
Unknown

Previous
Next Post »

Post Comment

3 komentar

An
AUTHOR
September 30, 2013 at 2:25 PM Reply Delete Delete

di depan kantorku, yang nguantri untuk urusan surat SKL antriannya puanjang banget, dek.
Alhamdulillah, saya berkerja di swasta meski kantornya berada di kantor daerah :D

*tapi banyak juga temenku (pegawai) yang memakai sistem bersih, kok, dek. Just keep positive aja..
kalo mbak An pengin jadi PNS lain, aja.. Pendamping Nan Sholehah *haha

avatar
Unknown
AUTHOR
October 1, 2013 at 2:58 AM Reply Delete Delete

Ya, memang nggak salah, nggak semua PNS itu buruk. Tapi mungkin bijak kalau kita bisa membangun lapangan pekerjaan untuk ribuan pencari kerja yang setiap harinya bermunculan.

avatar
An
AUTHOR
October 2, 2013 at 1:04 PM Reply Delete Delete

Siip, deh. Selamat jadi pengusaha, dek Badi ^^

avatar