Sumber gambar: dokumentasi pribadi |
Saya teringat satu hal saat kemaren harus bertugas di luar kota melakukan pengukuran alat tangkap ikan. Ironi banget yang ada di Indonesia. Jadi begini, setiap orang pasti tahu bahwa orang-orang yang berilmu kebanyakan ditempatkan di kedudukan tinggi, baik di perusahaan maupun di dinas pemerintahan. Ya kan?
Nah masalahnya orang-orang yang bergerak di teknis ini yang terkadang tidak mengerti konsep saat menjalankan sebuah kebijakan atau utusan dari petingginya.
Contoh sederhana, ada seorang teknis yang ditugaskan untuk menghitung jumlah kapal yang bersandar di sebuah pelabuhan, dan jumlah bongkar muat yang dilakukannya setiap hari di sana. Hampir setiap hari, jika orang yang ditugaskan ini tidak mengerti teknis sama sekali, biasanya (hanya berlaku di Indonesia) mereka akan menggeneralisir apa yang mereka catat. Misal hari senen dapat 30 ton, hari slasa 31 ton, rabu 30 ton, dan berikutnya.. hampir kebanyakan mereka sok tahu, dan mengandalkan instuisi. Gak mau repot. Ah. paingan juga 30 ton atau 30 ton. dan seterusnya.
Kala itu saya sedang menemani seorang teknis mengambil data, ya begitu hasilnya. Mereka menyebutnya dengan istilah percantik data. Kolom-kolom yang kosong mendingan diisi ngasal dari pada harus kosong dan dikira tidak mengambil data. begitulah mereka berkilah.
Lantas dampaknya?
Efek domino...!!
Sangat berpengaruh pada kebijakan yang akan diambil oleh atasan. Seperti ketika perhitungan stok ikan yang ada di perairan laut jawa. Percantikan data yang banyak dilakukan sehingga sangat tidak mungkin untuk mengetahui stok ikan yang sesungguhnya atau minimal mendekati kenyataan. Bagaimana?
Kebijakan dalam pengelolaan, pembatasan jumlah tangkapan dan lain sebagainya pun sangat tidak bisa diandalkan.. Apa yang harus dilakukan kita? pemerintah?
*tulisan ini sebagai perhatian para teknis di lapangan untuk mengambil data valid dan para petinggi untuk mengawasi kebenaran di lapangan.
@badinesia
Post Comment
EmoticonEmoticon