Bus
yang ditumpangi Venty terus melaju kesat tak bisa lagi dikejar. Gedung-gedung
tinggi terlihat berlarian ke belakangnya, mereka saling bersaing menunjukkan
kegagahannya. Baru pertama kali ini venty melihat gedung yang lebih tinggi dari
menara surau di desanya. Ia pun tak tau akan sampai kapan dan dimana bus itu
melesat tak ada yang bisa ia lakukan kecuali hanya menunggu dan menunggu.
Perasaannya kini bercampur aduk menjadi sebuah ramuan beracun yang takan pernah
tertandingi.
Pendidikan
memang begitu penting baginya dan bagi kedua orang tua Venty yang ingin anak
semata wayangnya itu menjadi orang yang berhasil. Namun makna berhasil
menurutnya bersebarangan dengan yang dipahami oleh Venty. Kedua orang tuannya
menginginkan Venty menjadi Pegawai Negeri, tepatnya menjadi Guru di desanya.
Mungkin memang benar menjadi guru itu profesi yang mulia dan yang jelas masih
sangat dihormati di desa Venty. Gajinya pun tidak diragukan lagi, dengan
penerapan gaji pegawai negeri yang kini bertambah baik membuat banyak orang tergila-gila
menjadi pegawai Negeri. Tunjangan demi tunjangan pun kian beradu dalam sulitnya
ekonomi bangsa ini.
Namun
tidak dengan Venty, ia tidak pernah terbersit sedikitpun untuk menjadi seorang
guru. Harapan orang tua pada anak satu-satunya itu yang kini menjadi pegangan
perjalanan sampai ke kota Semarang. Kini hanya bisa pasrah menerima keputusan
orang tua yang menyekolahkan anaknya di kampus pendidikan disana. Venty
sebenarnya merasa beruntung dari pada teman-temannya di desa yang tak sempat
mengenyam pendidikan di bangku perguruan tinggi.
Namun
hatinya takan pernah bisa dibohongi, keinginan untuk menjadi seorang ahli
kesehatan pupus sudah. Sudah lama Venty memendam keinginan untuk menjadi
seorang ahli kesehatan, apapun itu ahli gizi, kesehatan masyarakat atau bahkan
kebidanan. Namun ia tak berani melawan keputusan dari orang tuannya.
“Bagaimana nduk?,
kapan kamu mau daftar kuliah?” tanya ibunya seraya duduk di samping Venty.
“Insya Alloh
secepatnya bu, Venty sudah janji sama teman-teman mau ke warnet besok sore buat
daftar online bu.” Terang Venty membuat hati ibunya lega.
“Jurusan apa
yang mau kamu pilih?” tanya ibunya seolah mengintrogasi.
“Venty masih
bingung bu, pengennya sih Venty jadi ahli gizi bu, mau daftar di Undip semarang
yang deket aja.”jelas venty seraya menundukkan kepala, seolah takut ibunya
tidak suka. Ibunya pernah bilang sebelumnya sebelum iadakan ujian nasional
bahwa ibu hanya ingin anaknya sekolah di keguruan, karena sebatas itu kemampuan
ekonomi keluarganya. Ayah Venty yang hanya seorang petani desa yang
penghasilannya tak lebih untuk makan sehari-hari, biaya kuliah pun hendak
ditutup dengan hasil penjualan tanah satu-satunya warisan dari kakek Venty
dulu.
“Ko ngambil
Gizi, kan mahal. Ngambil pendidikan guru SD saja di Unnes atau UNY kan deket
juga?” kata ibu sembari mengerutkan kening dalam dalam seolah berusaha
mempengaruhi pendirian anaknya.
“Tapi bu..”
sergahku tanpa jeda.
“Tapi apa
nduk…?” tanya ibu penasaran.
“Tapi Venty ga
mau jadi guru bu..!” dengan memberanikan diri menatap mata ibuku, ingin
mendapat kerelaan ibunya.
“Kenapa nduk,
jadi guru itu kan tugas yang mulia. Nanti kamu juga tidak usah jauh-jauh
merantau ke kota mencari pekerjaan. Di sini saja masih banyak sekolah yang
membutuhkan tenaga pengajar muda kaya kamu ini.?” Panjang lebar ibu jelaskan
seolah tak mau kalah dengan pendirian anaknya.
“Yaudah bu, aku
nanti pilih dua pada waktu Ujian SNMPTN. Pilihan yang diterima itulah yang jadi
keputusan Venty.”
“Baiklah nduk.”
Ucap ibu mengakhiri pembicaraan.
Venty
tak ingin sedikitpun menyakiti perasaan ibunya. Dua bulan berselang setelah
ujian masuk perguruan tinggi Venty semakin gelisah. Esok adalah hari pengumuman
hasil ujian. Bersama teman-temannya ia kembali menuju Warnet dekat rumahnya,
dan seperti yang ia bayangkan sebelumnya, ia diterima di Pendidikan Guru di
Unnes. Hatinya memang tak begitu senang, tapi setidaknya ia bisa sedikit
bersyukur karena dari kelima temannya yang ikut ujian masuk perguruan tinggi,
hanya ia yang diterima. Sedangkan empat teman yang lain harus menunggu tahun
depan untuk kembali mengikuti ujian masuk yang sama.
Perjalanan
menuju Semarang membuatnya begitu gelisah karena Venty tak pernah menyangka
akan jadi begini. Ingin ia memberontak dalam hari kalau ia sangat tidak nyaman
kuliah di keguruan. Namun walaupun setengah hati, harus tetap dijalani demi
amanah dari orang tua.
Iam-iam
Venty selama kuliah di keguruan mencari informasi beasiswa yang ada di Ilmu
Gizi UNDIP. Hampir setiap malam ia berdoa demi cita-citanya yuang satu ini.
Semua tenaga ia kerahkan untuk memperoleh beasiswa. Akhirnya ia menemukan
beasiswa dari dinas pendidikan untuk anak-anak yang berprestasi dari golongan
keluarga yang kurang mampu. Ia mencoba mendaftar kembali pada tahun berikutnya. Akhirnya ia diterima di ilmu Gizi
UNDIP.
Tak
tau harus berbicara apa dan bagaimana pada ibunya, hingga suatu ketika Venty
membulatkan tekad untuk bertemu dengan ibunya dan membicarakan baik baik
mengenai apa yang diingkan olehnya dan selama ini ia perjuangkan.
Tiba-tiba Venty menangis tersungkur
di kaki ibunya ketika pulang kerumah, ibunya pun kaget dan menanyakan perihal
keadaan diri Venty. Venty pun menjelaskan dengan tersedu sedu bahwa dirinya
selama ini merasa terpaksa dan setengah hati dalam menjalani amanahnya kuliah
di keguruan. Bahkan di bulan-bulan terakhir ia sering tidak masuk kuliah demi
keinginananya masuk Ilmu Gizi. Selama bini iam-iam ia telah mendaftar di Ilmu
Gizi UNDIP, dan sekarang sudah diterima melalui jalur beasiswa.
Setelah lama teriam ibunya pun
terharu dan menitikkan air mata. Ibunya meminta maaf karena selama ini telah
memaksakan cita-cita Venty. Bahkan tidak sedikitpum memperhatikan keinginan
anak semata wayangnya itu. Ibu dan ayahnya merestui keinginan anaknya untuk
sekolah di ilmu Gizi. Satu kata yang terucap dari ibunya yang penuh kasih
sayang.
“Nduk, buktikan
bahwa pilihanmy itu tidak salah pada ibu. Buktikan kalau kamu bisa berguna bagi
bangsa dan negara ini.”
Empat tahun kemuian Venty menjadi
lulusan terbaik di angkatannya dan kini ia telah membuktikan bahwa ia tidak
salah pilih jurusan. Setelah itu ia diterima di kementerian kesehatan sebagai
staf Ahli pemberdayaan masyarakat.
Post Comment
EmoticonEmoticon